Apa yang Salah Jadi Manusia Perasa?

Gambar 1: sumber google

 

Pada dasarnya segala sesuatu yang berlebihan itu bukan hal yang tepat. Tapi suatu hal yang digunakan sesuai porsinya akan menjadi sebermanfaat-manfaatnya hal. Kalimat pemantik dalam tulisan ini ialah kalimat umum dan klise yang berbunyi, “Jangan pake perasaan, baperan, lo! Logikanya utamain, ungguli! Buang semua rasa gak jelas kalian!”

Mungkin kita semua sudah sering mendengar berbagai petuah entah dari orang terdekat atau siapapun tentang kita yang dituntut untuk terus mengandalkan logika tanpa mencampurkan perasaan karena segala hal tentang rasa (katanya) cuma bisa melemahkan.  Tapi sepertinya hal tersebut tidak benar-benar berlaku sekarang.

Kita bisa melihat situasi hari ini. Jika situasi pribadi kita berbeda, maka mari kita intip situasi nasional yang umum dan luas. Secara jelas, sebut saja isu-isu populer seperti UU Ciptaker yang mengancam lebih banyak sawah dan ladang petani yang tergusur seenaknya, RUU PKS yang entah bagimana kabarnya padahal korban terus berjatuhan, isu-isu SARA yang tiada habisnya, dan tetek bengek kekisruhan yang akan baik-baik saja jika carut-marut politik yang penuh kepentingan kelompok elit tidak ikut bermain di dalamnya.

Dari berbagai masalah di atas, jika saja minimal sebagian saja anggota parlemen kita mempunyai rasa empati yang kuat terhadap sesama manusia, apakah konflik tersebut masih akan tetap ada?

Bahkan jika keadaan semakin ekstrim, dari situ pula justru empati kita harus semakin kiat bangun. Kalimat lucunya ialah jika perlu gila, jadilah gila. Kita harus lebih gila menghadapi dunia yang semakin menggila.

Kalimat-kalimat yang mengkerdilkan perasaan sungguhlah tidak relevan. Kita membutuhkan kasih sayang dan cinta saat ini. Terlalu banyak logika tanpa membangun manusia dan asanya hanya menimbulkan banyaknya pembangunan-pembangunan kosong yang menyisihkan kepentingan rakyat kecil.

Begitupun dengan bergerak sebagai seorang muslimah yang menginginkan perubahan, untuk sesama perempuan, juga untuk semua manusia pada umumnya. Kita tentu menggunakan logika, tapi kia juga memakai perasaan, karena  itulah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya.

 

Catatan: Artikel yang entah pantas menyebutnya artikel atau tidak, karena terlalu pendek, pernah penulis berikan sebagai syarat seleksi pelatihan yang entah pelatihan mana tepatnya, lupa, pada akhir tahun 2020.

Reza Juliana Ningrum
Latest posts by Reza Juliana Ningrum (see all)

Tentang Penulis

Reza Juliana Ningrum

seorang pengangguran berstatus mahasiswa

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.