Lima Bentuk Ketidakadilan Gender

Gambar 1: Sumber Google

 

Seks adalah sesuatu yang bersifat biologis yang ada pada diri perempuan, laki-laki, ataupun jensi kelamin lainnya. Seks lebih pada sesuatu hal yang bersifat kodrati.

Sedangkah gender adalah sesuatu yang tercipta dari kontruksi sosial yang membentuk bagaimana perempuan dan laki-laki untuk bisa masyarakat terima.  Women Studies Encyclopedia menjelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membut pembedaan dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.

Pada intinya seks itu sesuatu yang tidak dapat manusia pertukarkan, sedangkan gender bisa dipertukarkan. Masalahnya adalah, masyarakat menganggap bahwa gender sama saja dengan seks, yaitu bersifat kaku dan tidak bisa berubah. Padahal tidak demikian. Dampak dari kekeliruan itu ialah munculnya berbagai ketidakadilan gender.

Ketidakadilan gender adalah bentuk ketidakadilan di mana ketidakadilan itu muncul karena adanya permasalahan gender. Yang termasuk dalam ketidakadilan gender ialah:

  1. Kekerasan pada Perempuan

Kekerasan pada perempuan bisa kita artikan sebagai tindakan yang dilakukan kepada perempuan secara paksa baik sengaja ataupun tidak sengaja sehingga orang tersebut mengalami kesakitan fisik ataupun psikis.

Jumlah kasus Kekerasa terhadap Perempuan (KtP) sepanjang tahun 2020 sebesar 299.911 kasus. Begitu CATAHU (Catatan Tahunan) menyatakannya. CATAHU adalah catatan tahunan dari Komas Perempuan yang Komnas Perempuan publikasi dalam setahun sekali. Angka yang begitu fantastis di dalam kebiasaan gunung es, di mana kasus yang tidak dilaporkan diduga jauh lebih tinggi.

Secara umum, ada banyak sebab terjadinya kekerasan dalam arti luas. Tetapi ketika angka kekerasan begitu tinggi terhadap suatu identitas tertentu seperti jenis kelamin, maka bisa kita sebut bahwa kekerasan ini adalah kekerasan dalam bentuk ketidakadilan gender.

Tantangan dalam menghapus kekerasan pada perempuan adalah anggpan bahwa kekerasan pada perempuan itu tidak ada, melainkan hanya ada kekerasan secara umum saja. Yang padahal kembali kita singgu tadi, yaitu ketika satu jenis kelamin mendapatkan kekerasan jauh lebih tinggi dari pada jenis kelamin lainnya, maka apa lagi selain bentuk dari ketidakadilan gender dan kekerasan pada perempuan?

Dalam kekerasan seksual, berbagai pelabelan pada korban seperti: korban yang rusak, kotor, aib, dan sebagainya membuat korban semakin enggan untuk berani berbicara bahwa mereka adalah korban kekerasan seksual. Itulah yang kita sebut dengan victim blaming atau menyalahkan korban.

  1. Marjinalisasi Perempuan

Dampak dari marjinalisasi adalah kemiskinan. Kemiskinan dapat terjadi kepada laki-laki, perempuan, ataupun jenis kelamin lainnya. Namun ada hal-hal atau marjinalisasi yang hanya atau dampaknya lebih terasa untuk para permpuan.

Marjinalisasi atau peminggiran kaum perempuan dapat berupa berbentuk kebijakan pemerintah, tafsir agama, tradisi patriarki, dan lainnya.

  1. Subordinasi Perempuan

Subordinasi perempuan adalah salah satu masalah yang paling serius. Dalam subordinasi perempuan, masyarakat menganggap bahwa perempuan itu lemah, tidak bisa menjadi pemimpin, cengen, dan hanya bagian lian dari laki-laki.

Di Indonesia, subordinasi perempuan begitu parah terjadi ketika zaman orde baru alias masa kepemimpinan rezim Soeharto. Saat itu perempuan hanya dianggap sebagai sosok yang perannya hanya membantu laki-laki alias suami si perempuan maupun anak-anak si perempuan. Pemerintah tidak menganggap perempuan sebagai sosok yang utuh, melainkan hanyalah bagian dari pada yang lain alias laki-laki.

Hal tersebut juga nampak dari organisasi-organisasi perempuan yang sentral muncul dari pemerintah saat itu. Seperti, PERSIT, Dharma Wanita, Bhayangkari dan sebagainya. Keanggotaan organisasi tersebut berdasarkan dari status suami para perempuan, seperti istri ASN, istri TNI, dan sebagainya.

  1. Pelabelan pada Perempuan

Pelabelan atau stereotip pada perempuan merupakan pandangan masyarakat pada perempuan karena identitas tertentu yang padahal tidak tepat. Contoh pelabelan pada perempuan: perempuan yang tidak bisa memasak adalah perempuan yang tidak bertanggungjawab, perempuan yang pulang malam adalah perempuan nakal, perempuan yang menjadi korban pelecehan adalah perempuan kotor, dan lain sebagainya yang sangat merugikan perempuan . padahal tentunya pelabelan-pelabelan itu tidaklah benar.

  1. Beban Ganda

Pengertian beban ganda ialah seperti namanya sendiri, keadaan di mana perempuan mendapatkan beban dan tanggungjawab yang berlipat-lipat dari pada laki-laki karena jenis kelamin yang mereka miliki. Ketidakadilan gender membuat perempuan mempunyai tanggungjawab penuh di ranah domestik. Dalam system pernikahan, seorang istri wajb mengurus semua masalah domestik. Jika keadaan rumat ataupun domestic tidak dalam keadaan baik, maka masyarakat akan menganggap si perempuan tersebut sebagai sosok yang gagal.

Terutama jika seorang istri bekerja, maka ia tetap bertanggungjawab penuh pada urusan domestic. Sekalipun suaminya juga bekerja, tapi sang suami tidak mendapatkan beban yang sama, alias terbebas dari ranah domestik.

Bahkan kalupun seorang perempuan atau istri tidak bekerja dan mengurus perihal domestik sepenuhnya, masyarakat menganggap para istri tersebut tidak mempunyai peran yang penting dalam keluarga. Seringkali istri atau ibu rumah tangga dianggap sebagai beban suami semata. Padahal tanggungjawab domestic, mulai dari mengurus rumah, keperluan suami, anak, keluarga, dan sebagainya merupakan beban yang begitu berat dan sangat patut untuk masyrakat apresiasi.

 

Reza Juliana Ningrum
Latest posts by Reza Juliana Ningrum (see all)

Tentang Penulis

Reza Juliana Ningrum

seorang pengangguran berstatus mahasiswa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.