Sumber Gambar : google.com
Berbicara soal karakter, maka perlu disimak apa yang ada dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan : “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa…” Dalam UU ini secara jelas ada kata “karakter”, kendati tidak ada penjelasan lebih lanjut tentang apa yang dimaksudkan dengan karakter, sehingga menimbulkan berbagai tafsir tentang maksud dari kata tersebut.
Ungkapan “character” misalnya dalam “character building” mengandung multitafsir, sebab ketika ungkapan itu diucapkan Bung Karno maksudnya adalah watak bangsa harus dibangun, tetapi ketika diucapkan oleh Ki Hajar Dewantara, ungkapan itu bermakna pendidikan watak untuk para siswa, yang meliputi “cipta”, “rasa”, dan “karsa”.
Ada berbagai pendapat tentang apa itu karakter atau watak. Watak atau karakter berasal dari kata Yunani “charassein”, yang berarti barang atau alat untuk menggores yang di kemudian hari dipahami sebagai stempel/cap. Jadi, watak itu sebuah stempel atau cap, sifat-sifat yang melekat pada seseorang ( S.M.Dumadi, 1955:11).
Menurut F.W.Foerster (869-1966). Karakter adalah sesuatu yang mengualifikasi seorang pribadi. Karakter menjadi identitas, menjadi ciri, menjadi sifat yang tetap, yang mengatasi pengalaman kontingen yang selalu berubah. Jadi karakter adalah seperangkat nilai yang telah menjadi kebiasaan hidup sehingga menjadi sifat tetap dalam diri seseorang, misalnya kerja keras, pantang menyerah, jujur, sederhana,dan lain-lain. Dengan karakter itulah kualitas seorang pribadi diukur.
- Pengertian Karakter
Menurut kamus umum bahasa Indonesia, karakter diartikan sebagai tabiat; watak; sifat-sifat kejiwaan,akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Sementara dalam kamus sosiologi, karakter diartikan sebagai ciri khusus dari struktur dasar kepribadian seseorang ( karakter; watak ).
Karakter merupakan cara berfikir dan berperilaku seseorang yang menjadi ciri khas dari tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam keluarga, masyarakat dan negara (Masnur Muslich, 2011:70 )
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat dimaknai bahwa karakter adalah ciri khas seseorang dalam berperilaku yang membedakan dirinya dengan orang lain. Pengertian karakter, watak, kepribadian (personality), dan individu (individuality) memang sering tertukar dalam penggunaannya. Hal ini karena istilah tersebut memang memiliki kesamaan yakni sesuatu yang asli dalam diri individu seseorang yang cenderung menetap secara permanen.
Istilah watak, dalam pengertian karakter dan watak juga sulit dibedakan. Di dalam watak terdapat sikap, sifat dan tempramen yang ketiganya merupakan komponen-komponen watak.
Dapat ditegaskan bahwa karakter merupakan perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tatakrama, budaya dan adat istiadat.
Dengan mengetahui adanya karakter ( watak, sifat, tabiat ataupun perangai ) seseorang dapat memperkirakan reaksi-reaksi dirinya terhadap berbagai fenomena yang muncul dalam diri ataupun hubungannya dengan orang lain, dalam berbagai keadaan serta bagaimana mengendalikannya. Karakter dapat ditemukan dalam sikap-sikap seseorang, terhadap dirinya, terhadap orang lain, terhadap tugas-tugas yang dipercayakan padanya dan dalam situasi-situasi lainnya.
- Unsur Unsur Karakter
Secara psikologis dan sosiologis pada manusia terdapat hal-hal yang berkaitan dengan terbentuknya karakter. Unsur-unsur ini menunjukan bagaimana karakter seseorang. Unsur-unsur tersebut antara lain:
- Sikap
Sikap seseorang merupakan bagian dari karakter, bahkan dianggap cerminan karakter seseorang tersebut. Dalam hal ini, sikap seseorang terhadap sesuatu yang ada di hadapannya, biasanya menunjukan bagaimana karakter orang tersebut. Jadi, semakin baik sikap seseorang maka akan dikatakan orang dengan karakter baik. Dan sebaliknya, semakin tidak baik sikap seseorang maka akan dikatakan orang dengan karakter yang tidak baik.
- Emosi
Emosi merupakan gejala dinamis dalam situasi yang dirasakan manusia, yang disertai dengan efeknya pada kesadaran, perilaku, dan juga merupakan proses fisiologis. Tanpa emosi, kehidupan manusia akan terasa hambar karena manusia selalu hidup dengan berfikir dan merasa. Dan emosi identik dengan perasaan yang kuat.
- Kepercayaan
Kepercayaan merupakan komponen kognitif manusia dari faktor sosio-psikologis. Kepercayaan bahwa sesuatu itu benar atau salah atas dasar bukti, sugesti otoritas, pengalaman, dan intuisi sangatlah penting dalam membangun watak dan karakter manusia. Jadi, kepercayaan memperkukuh eksistensi diri dan memperkukuh hubungan dengan orang lain.
- Kebiasaan dan Kemauan
Kebiasaan merupakan aspek perilaku manusia yang menetap, berlangsung secara otomatis pada waktu yang lama, tidak direncanakan dan diulangi berkali-kali. Sedangkan kemauan merupakan kondisi yang sangat mencerminkan karakter seseorang karena kemauan berkaitan erat dengan tindakan yang mencerminkan perilaku orang tersebut.
- Konsepsi Diri (Self-Conception)
Proses konsepsi diri merupakan proses totalitas, baik sadar maupun tidak sadar tentang bagaimana karakter dan diri seseorang dibentuk. Jadi konsepsi diri adalah bagaimana saya harus membangun diri, apa yang saya inginkan dari, dan bagaimana saya menempatkan diri dalam kehidupan.
- Pembentukan Karakter
Secara alami, sejak lahir sampai berusia tiga tahun, atau mungkin hingga sekitar lima tahun, kemampuan nalar seorang anak belum tumbuh sehingga pikiran bawah sadar ( subconscious mind ) masih terbuka dan menerima apa saja informasi dan stimulus yang dimasukkan ke dalamnya tanpa ada penyeleksian, mulai dari orang tua dan lingkungan keluarga. Dari mereka itulah, pondasi awal terbentuknya karakter sudah terbangun. Selanjutnya, semua pengalaman hidup yang berasal dari lingkungan kerabat, sekolah, televisi, internet, buku, majalah dam berbagai sumber lainnya menambah pengetahuan yang akan mengantarkan seseorang memiliki kemampuan yang semakin besar untuk dapat menganalisis dan menalar obyek luar. Mulai dari sinilah, peran pikiran sadar ( conscious) menjadi semakin dominan. Seiring berjalannya waktu, maka penyaringan terhadap informasi yang melalui pancaindra dapat mudah dan langsung diterima oleh pikiran bawah sadar.
Semakin banyak informasi yang diterima dan semakin matang sistem kepercayaan dan pola pikir yang terbentuk, maka semakin jelas tindakan, kebiasaan, dan karakter unik dari masing masing individu.
Nilai dasar yang menjadi landasan dalam membangun karakter adalah hormat (respect). Hormat tersebut mencakup respek pada diri sendiri, orang lain, semua bentuk kehidupan maupun lingkungan yang mempertahankannya. Dengan memiliki hormat, maka individu memanndang dirinya maupun orang lain sebagai sesuatu yang berharga dan memiliki hak yang sederajat. ( Sri Lestari, Psikologi Keluarga Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik Dalam Keluarga, 2013:96 )
Karakter kita terbentuk dari kebiasaan kita. Kebiasaan kita saat anak-anak biasanya bertahan sampai masa remaja. Orang tua bisa mempengaruhi baik atau buruk, pembentukan kebiasaan anak-anak mereka. ( Thomas Lickona, Character Matters, 2012:50 )
Unsur terpenting dalam pembentukan karakter adalah pikiran karena pikiran yang di dalamnya terdapat seluruh program yang terbentuk dari pengalaman hidupnya, merupakan pelopor segalanya. Program ini kemudian membentuk sistem kepercayaan yang akhirnya dapat membentuk pola berpikir yang bisa mempengaruhi perilakunya. Jika program yang tertanam tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran universal, maka perilakunya berjalan selaras dengan hukum alam. Hasilnya, perilaku tersebut membawa ketenangan dan kebahagiaan. Sebaliknya, jika program tersebut tidak sesuai dengan prinsip-prinsip universal, maka perilakunya membawa kerusakan dan menghasilkan penderitaan. Oleh karena itu pikiran harus mendapatkan perhatian serius.
Karakter merupakan kualitas moral dan mental seseorang yang pembentukan-nya dipengaruhi oleh faktor bawaan (fitrah, nature) dan lingkungan (sosialisasi pendidikan, nurture). Potensi karakter yang baik dimiliki manusia sebelum dilahirkan, tetapi potensi-potensi tersebut harus dibina melalui sosialisasi dan pendidikan sejak usia dini.
Tujuan pembentukan karakter pada dasarnya adalah mendorong lahirnya anak-anak yang baik dengan tumbuh dan berkembangnya karakter yang baik akan mendorong anak untuk tumbuh dengan kapasitas komitmen-nya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukan segalanya dengan benar serta memiliki tujuan hidup. Masyarakat juga berperan dalam membentuk karakter anak melalui orang tua dan lingkungan.
Karakter tidak terbatas pada pengetahuan saja. Seseorang yang memiliki pengetahuan kebaikan belum tentu mampu bertindak sesuai dengan pengetahuannya, jika tidak terlatih (menjadi kebiasaan) untuk melakukan kebaikan tersebut. Karakter juga menjangkau wilayah emosi dan kebiasaan diri. Dengan demikian diperlukan tiga komponen karakter yang baik (components of good character), yaitu:
- Pengetahuan tentang moral (moral knowing)
Dimensi-dimensi dalam moral knowing yang akan mengisi ranah kognitif adalah kesadaran moral (moral awareness), pengetahuan tentang nilai-nilai moral (knowing moral values), penentuan sudut pandang (perspective taking), logika moral (moral reasoning), dan pengenalan diri (self knowledge).
- Perasaan/penguatan emosi (moral feeling)
Moral feeling merupakan penguatan aspek emosi peserta didik untuk menjadi manusia berkarakter. Penguatan ini berkaitan dengan bentuk-bentuk sikap yang harus dirasakan oleh peserta didik, yaitu kesadaran akan jati diri (conscience), percaya diri (self esteem), kepekaan terhadap derita orang lain (emphaty), cinta kebenaran (loving the good), pengendalian diri (self control), dan kerendahan hati (humility).
- Perbuatan bermoral (moral action)
Moral action merupakan perbuatan atau tindakan moral yang merupakan hasil (outcome) dari dua komponen karakter lainnya. Untuk memahami apa yang mendorong seseorang dalam perbuatan yang baik (act morally) maka harus dilihat tiga aspek lain dari karakter, yaitu kompetensi (competence), keinginan (will), dan kebiasaan (habit).
- Faktor Faktor Pembentukan Karakter
Dalam Masnur Muslich dijelaskan bahwa karakter merupakan kualitas moral dan mental seseorang yang pembentukannya dipengaruhi oleh faktor bawaan (fitrah, nature) dan lingkungan (sosialisasi pendidikan). Potensi karakter yang baik dimiliki manusia sebelum dilahirkan, tetapi potensi-potensi tersebut harus dibina melalui sosialisasi dan pendidikan sejak usia dini.
Karakter tidak tebentuk begitu saja, tetapi terbentuk melalui beberapa faktor yang mempengaruhi, yaitu : faktor biologis dan faktor lingkungan.
- Faktor Biologis yaitu faktor yang berasal dari dalam diri orang itu sendiri. Faktor ini berasal dari keturunan atau bawaan yang dibawa sejak lahir dan pengaruh keturunan dari salah satu sifat yang dimiliki salah satu dari kedua orang tua nya.
- Faktor lingkungan
Disamping faktor-faktor hereditas (faktor endogin) yang relatif konstan sifatnya, milieu yang terdiri antara lain atas lingkungan hidup, pendidikan, kondisi dan situasi hidup dan kondisi masyarakat ( semuanya merupakan faktor eksogin ) semuanya berpengaruh besar terhadap pembentukan karakter.
Termasuk di dalamnya adat istiadat peraturan yang berlaku dan bahasa yang digerakkan. Sejak anak dilahirkan sudah mulai bergaul dengan orang di sekitarnya. Pertama-tama dengan keluarga. Keluarga mempunyai posisi terdepan dalam memberikan pengaruh terhadap pembentukan karakter anak. Keluarga adalah lingkungan pertama yang membina dan mengembangkan pribadi anak. Penilaian karakter dapat dilakukan dengan melalui pembiasaan dan contoh yang nyata.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwasanya karakter seseorang tumbuh dan berkembang atas dua kekuatan, yaitu kekuatan dari dalam yang berupa faktor biologis dan kekuatan dari luar yaitu faktor lingkungan.
Kesimpulan :
Pada dasarnya proses pembentukan karakter itu sendiri yang paling penting yaitu menerapkan tentang pengenalan tentang suatu hal-hal baru yang belum diketahui lalu dipahami secara bertahap agar benar-benar dimengerti dan setelah itu dapat diterapkan, dan apabila sudah diterapkan dilakukanlah pengulangan agar mereka terbiasa dengan karakter tersebut. Karakter akan menjadi semakin kuat jika ikut didorong oleh suatu ideologi atau kepercayaan.
Sumber :
Lickona,Thomas. 2012. Character Matters. Jakarta: Bumi Aksara
Adisusilo,Sutarjo. 2012. Pembelajaran Nilai Karakter. Jakarta : PT Rajagrafindo
Zubaedi. 2011. Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan. Jakarta: Kencana.
www.afidburhanuddin.wordpress.com
https://www.kajianpustaka.com/2017/08/pengertian-unsur-dan-pembentukan-karakter.html
Mampir dulu niiiiiiiiiiicccc