RUU PKS Bukan Payung Hukum yang Berpihak pada Perempuan

Gambar 1: Sumber Google

Rancangan undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual masih ramai diperbincangkan. Kelompok pro maupun kontra saling beradu pendapat, berita palsu maupun hal-hal yang memicu adanya misleading juga ikut mewarnai semaraknya pembahasan RUU ini di berbagai kalangan, baik itu para mahasiswa, tokoh agama, aktifis, sampai dengan para pengguna media sosial.

Salah satu isu yang menarik dan menimbulkan suatu kesalahpahaman itu ialah anggapan bahwa RUU PKS memiliki keberpihakan kepada para puan. Berbagai artikel, opini, dan seruan di banyak media begitu dahsyat menyerukan kepedulian dari RUU PKS kepada kaum perempuan.

Namun, benarkah demikian?

Pengertian dari pada kekerasan seksual sendiri tercantum dalam pasal 1 ayat (1) RUU PKS yang berbunyi:

“Kekerasan Seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, menyerang, dan/atau perbuatan lainnya terhadap tubuh, hasrat seksual seseorang, dan/atau fungsi reproduksi, secara paksa, bertentangan dengan kehendak seseorang, yang menyebabkan seseorang itu tidak mampu memberikan persetujuan dalam keadaan bebas, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau relasi gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan atau kesengsaraan secara fisik, psikis, seksual, kerugian secara ekonomi, sosial, budaya, dan/atau politik.”

Selain itu, salah satu tujuan utama dari RUU ini ialah menangani, melindungi, dan memulihkan korban. Dalam pasal 1 ayat (5) juga dijelaskan:

“ Korban adalah setiap orang yang mengalami peristiwa Kekerasan Seksual. ”

Dari dua pasal di atas saja dapat disimpulkan bahwa gembar-gembor RUU PKS adalah wujud keberpihakan hukum pada perempuan adalah suatu kekeliruan yang kurang tepat. Karena nyatanya RUU ini memiliki maksud keberpihakan kepada para korban kekerasan seksual manapun alias tidak mengenal jenis kelamin tertentu saja, baik itu perempuan ataupun laki-laki.

Masih maraknya anggapan bahwa pelaku kekerasan seksual itu laki-laki dan korbannya ialah perempuan merupakan cerminan dan bukti nyata dari belum selesainya masalah gender dalam sosial masyarakat kita. Dalam hal ini, stereotip gender dari masyarakat yang menyatakan bahwa perempuan adalah makhluk lemah yang terus tersakiti, dan laki-laki itu hidung belang tak beretika yang tidak mampu mengendalikan nafsu birahinya merupakan penilaian yang sangat subjektif, bermasalah, dan harus dientaskan. Harus ada penegasan bahwa hal-hal tersebut merupakan suatu kekeliruan karena fakta lapangan sudah menunjukkan, yaitu pelaku kekerasan seksual bisa saja seorang/sekelompok laki-laki ataupun perempuan, hal itupun berlaku juga dengan korban.

Kita bisa melihat dari contoh nyata yang banyak diperbincangkan masyarakat luas yaitu pada kasus Reynhard Sinaga. Penghapusan stereotip gender dalam kasus kekerasan seksual dalam sosial masyarakat juga bermanfaat agar para lelaki yang dilecehkan tidak memiliki ketakutan lagi dalam melapor atau berdiri untuk kenyamanan atas otoritas tubuhnya, karena sering kali jika lelaki berbicara tentang ia yang merasa dilecehkan malah dianggap sesuatu yang tidak mungkin dan tak perlu terlalu dipermasalahkan sebab ia laki-laki, bukan perempuan.

Pengesahan RUU PKS ini sendiri merupakan suatu keharusan yang urgensinya sudah sangat jelas, karena jika kita telaah lagi secara keseluruhan, semakin diaminilah bahwa memang RUU ini merupakan suatu bentuk nyata berupa payung hukum yang lahir dari keinginan kuat untuk mengentaskan kekerasan seksual di Indonesia. Berbagai macam kekerasan seksual yang tidak dibahas dalam KUHP ada pada pasal-pasal RUU PKS. Selain itu RUU ini juga memuat peraturan-peraturan yang menunjukkan adanya peran negara untuk mencegah kekerasan seksual dan merangkul korban sebaik mungkin.

(Reza Juliana Ningrum/Kamis, 14 Mei 2020)

 

Catatan: Tulisan ini pernah penulis unggah di medium pribadi penulis. Tanpa ada perubahan apapun. termasuk info terbaru mengenai rencana perubahan RUU PKS menjadi RUU TPKS dan sebagainya.

Reza Juliana Ningrum
Latest posts by Reza Juliana Ningrum (see all)

Tentang Penulis

Reza Juliana Ningrum

seorang pengangguran berstatus mahasiswa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.