Putusan MK ngawur, Pendidikan lagi – lagi jadi korban kampanye politik

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) itu bernomor Nomor 65/PUU-XXI/2023, diketok pada 15 Agustus 2023 lalu. MK mengabulkan gugatan terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017, khususnya Pasal 280 ayat (1) huruf h. Jadinya, pihak yang berkampanye dilarang memakai fasilitas pendidikan kecuali mendapat izin dari penanggung jawab tempat pendidikan dan hadir tanpa atribut kampanye. Aturan yang berubah hanya khusus untuk tempat ibadah saja yang kini dilarang total tanpa syarat lainnya.

Lagi – lagi lembaga konstitusi kita mencederai Pendidikan Indonesia dengan muatan politik kampanye di lingkungan sekolah, pantas saja, pendidikan kita tidak akan maju jikalau sistemnya hanya untuk kepentingan penguasa, padahal sejatinya pendidikan itu memanusiakan manusia, pendidikan menciptakan manusia yang berkepribadian dan berilmu.

Lembaga pendidikan yang dipolitisasi akan berdampak terhadap sumber daya manusia pendidikan itu sendiri, bagaimana nasib guru, orang tua, siswa dan elemen kependidikan yang selama ini masih tertindas oleh sistem yang tidak jelas.

Sangat memungkinkan ada konflik/tawuran di dalam atau luar sekolah, bisa antar-guru, antar-murid, antar-wali murid, hanya dipicu gara-gara beda pilihan,

Mobilisasi sekolah dan kampus untuk kampanye yang meresahkannya bakal terjadi. Jangankan beda pilihan sekolah satu dengan sekolahan lain, pihak-pihak dalam satu sekolah dan satu kampus juga bakal beda-beda pilihan.

Polarisasi dikalangan pendidikan sangatlah mengkhawatirkan seharusnya anak – anak belajar di sekolah dan bermain, akan tetapi mereka harus kena dampak dari kebijakan ini.

Bisa saja ketika fakta dilapangannya salah satu calon yang dimenangkan oleh salah satu sekolah akan berdampak tidak adil untuk sekolah lainnya.

Sangat miris sekali sekali lagi seharusnya pendidikan itu sebagai pilar bangsa yang kokoh dalam membangun peradaban manusia, malah di perkeruh oleh dinamika politik yang akan mementingkan perut mereka saja

Apa arti dari ajaran ki hadjar dewantara, Ing Ngarso Sung Tulodo artinya nmenjadi seorang pemimpin harus mampu memberikan suri tauladan. Ing Madyo Mbangun Karso, artinya seseorang ditengah kesibukannya harus juga mampu membangkitkan atau menggugah semangat. Tut Wuri Handayani, seseorang harus memberikan dorongan moral dan semangat kerja dari belakang.

Dan kini ajaran hanya menjadi jargon belaka akibat kebijakan yang tidak membela  substansi kepentingan pendidikan.

Bahkan sekretaris pimpinan muhammadiyyah menyatakan :

“Mungkin kalau untuk perguruan tinggi dan sifatnya seimbang mungkin itu tidak masalah, kalau tidak ada pemaparan visi misi calon-calon legislatif atau eksekutif. Tetapi ketika itu sampai di level sekolah apalagi SD, SMP menurut saya itu bahaya sekali. Apalagi membawa kepentingan-kepentingan politik yang siswa itu belum tentu siap. Terutama kalau itu yang muncul penggalangan massa,”

Gurunya saja tidak sejahtera, apalagi janji politik yang berbusa akan kaya dengan silat lidah, hancur sudah pendidikan kita kalau tidak ada yang bersuara lantang dalam kompleks permasalahan yang ada.

 

Sumber :

https://www.bbc.com/indonesia/articles/ce4vx4nlllpo

Prihatin, Izzul Muslimin Sebut Putusan MK Tentang Kampanye di Lembaga Pendidikan Terlalu Prematur

https://tekno.tempo.co/read/1762547/putusan-mk-soal-kampanye-di-tempat-pendidikan-p2g-memang-tak-ada-tempat-lain

 

Tentang Penulis

Sahabat Fadhil

Mahasiswa Hedonis yang Berjiwa Aktivis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.