Review Buku MADILOG Karya Tan Malaka (Bapak Republik yang dilupakan)

Sumber gambar: google.com

Kita tahu bahwasanya Tan Malaka salah satu tokoh bangsa yang memiliki pemikiran brilian dan progresif terhadap perjuangan dan pergerakan kemerdekaan Indonesia, namun sayangnya tokoh ini begitu dihilangkan dan dilenyapkan namannya bahkan ketika zaman orde baru buku-bukunya dilarang dibaca dan di edarkan dengan alasan Tan Malaka di cap bagian dari politik kiri. Disini Saya akan mereview buku karya Tan Malaka dengan judul MADILOG ( Materialisme, Dialektika dan Logika) sebuah tulisan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia dari belenggu logika mistika.

Madilog adalah sintesis dari materialisme dialektika dan logika Hegelian bukan berarti Anti-Marxis. kontribusi besar filsafat Marxisme memang sangat Berpengaruh besar kepada buah pemikiran Tan Malaka seorang tokoh politik Marxis Indonesia.

Di Bab 1, Tan Malaka membahas Maha Dewa Rah—Tuhannya bangsa Mesir kuno pimpinan Firaun—yang konon dalam mitologi Mesir kuno, Rah menciptakan alam hanya dengan berkata-kata lalu muncullah segala materi di alam semesta. Ia membantah kepercayaan bangsa Mesir kuno tersebut secara ilmiah dengan membawakan dalil-dalil sains dari Charles Darwin, Immanuel Kant, Isaac Newton, Prescott Joule, John Dalton, Niels Bohr, dan Albert Einstein. lalu menguraikan proses terbentuknya alam semesta beserta kompleksitasnya yang terbentuk bukan dari omongan Rah nan sekejap itu. Guna melengkapi negasinya, Tan Malaka memberikan tiga kemungkinan atas Maha Dewa Rah. Pertama, bila Rah lebih kuat dari alam yang (konon) diciptakannya, maka sudah pasti hukum-hukum ilmu alam akan runtuh. Tapi nyatanya Rah tidak berkuasa akan hal itu. Kedua, jika kekuatan Rah seimbang dengan alam yang (konon) diciptakannya, maka sifat kedewaan Rah luntur. Dan jikalau Rah bertarung melawan alam ciptaannya yang setara, maka pertempuran tersebut tak akan pernah selesai. Ketiga, apabila Rah lebih lemah dari alam yang katanya diciptakannya, maka selain sifat kedewaannya yang luntur, Rah akan seperti ilmuwan yang membikin penemuan berbahaya yang dapat membunuh pembuatnya sendiri, Rah dapat dikalahkan oleh alam ciptaannya. Dalam Bab 1 itu Tan Malaka juga meyakini teori evolusi spesies dari pisces→amfibi→reptil→mamalia. Yang dimaksud Darwin dalam Origin of Species-nya ialah bahwa seluruh makhluk kingdom animalia itu memiliki leluhur yang sama, dan yang terkuatlah yang bertahan & beradaptasi, bukan menjelma menjadi lain kelas (istilah taksonomi).

Pada Bab 2, Tan Malaka membawakan peta para filosof idealis dan materialis yang telah disusun oleh Friedrich Engels, co-creator Marxisme. Kemudian menyanggah filsafat idealisme yang menurutnya kurang tepat, dan juga menjelaskan secara singkat tentang mengapa materialisme lebih tepat dari pada idealisme. “Beginilah akibatnya yang konsekuensi dari idealisme, dengan membatalkan adanya benda, ia membatalkan dirinya sendiri.” (hal. 49) Menurut Tan Malaka, filosofi idealisme umumnya dianut oleh kelas penghisap seperti fasis Jerman yang dipimpin Hitler dan Italia yang dipimpin Mussolini, sedang kelas yang dihisap umumnya adalah materialis sebagaimana kaum Bolshevik Rusia yang dipimpin Vladimir Lenin sebagai penerus dari Marx & Engels. Mendukung gagasannya akan logika,

Tan Malaka pada Bab 3 juga menjelaskan pentingnya menguasai sains dan matematika. Bukan sekadar menguasai sains dan matematika, tapi kedua ilmu tersebut harus merdeka dari kapitalisme. Karena sejarah membuktikan, barangsiapa yang menguasai ilmu sains dan matematika, pasti akan memengaruhi dunia. Sebagaimana Aristoteles, Demokrit, Heraklit, Euclid, Phytagoras, dan Archimedes dari Yunani; Al-Khawarizmi, Ibnu Sina, dan lain-lainnya dari dunia Islam; Newton, Laplace, dan Einstein dari dunia Barat.

Pada Bab 4 Tan Malaka memberi tahu para pembaca untuk memverifikasi suatu persoalan, pakailah gabungan metode induktif dan deduktif, jangan hanya salah satunya! Sebab, bilamana kita hanya memakai salah satunya, hasilnya pasti keliru. Ilmu sains dapatlah diuji dengan logika. Ilmu mutlak hanya memiliki satu jawaban, ya atau tidak saja. Ya itu ya, dan ya itu bukan tidak; tidak itu tidak, dan tidak itu bukan ya. Banyak contoh kasus dari Archimedes dan Phytagoras yang dikutip Tan Malaka sebagai permisalan.

Pada Bab 5 para pembaca akan diajarkan mengenai dialektika lebih mendalam ketika beralih Ilmu mutlak dapat diuji dengan logika saja, sedangkan ilmu relatif membutuhkan dialektika. Dalam dialetika yang telah dikembangkan Georg Wilhelm Friedrich Hegel, dijembatani Ludwig Feuerbach, hingga dilengkapi Karl Marx, dan digenapi oleh Friedrich Engels, kita mempunya premis sebagai tesis, lawan premis tersebut sebagai anti-tesis, dan hasil dari keduanya disebut sintesis. Hal itulah yang mesti dipakai dalam ilmu-ilmu non-mutlak seperti ilmu masyarakat—sosiologi, ekonomi, sejarah, politik, psikologi, dll—dengan segala cabangnya. Berbeda dengan logika, dalam dialektika ya berarti ya, bisa juga berarti tidak; tidak berarti tidak, bisa juga berarti ya. Dalam bab sebelumnya Tan Malaka menggunakan contoh kasus sains dan matematika dari Phytagoras dan Archimedes untuk mendeskripsikan implementasi logika dalam ilmu mutlak, maka dalam bab itu Tan Malaka mengutip contoh historis yang telah ditulis Karl Marx dalam buku-bukunya sebagai permisalan guna mendeskripsikan implementasi dialektika dalam ilmu relatif.

Pada Bab 6 Tan Malaka menguraikan tentang perubahan kuantitas menjadi kualitas, negasi atas negasi; perselisihan, pertentangan, perlawanan; konversi, obversi, kontra-posisi; silogisme; dan kausalitas. Semuanya Tan Malaka uraikan secara detail beserta puluhan contohnya pun ilustrasi Euler-nya dan pembaca lagi-lagi juga diajarkan metodologi berpikir. Dibandingkan bab-bab sebelumnya Pada bab 6 juga memang paling spektakuler dari bab sebelum-sebelumnya, karena di Bab 6 unsur-unsur Islami banyak dijadikan permisalan metodologis oleh Tan Malaka di bab 6 Dari mulai Allah SWT, tuhan nya orang islam lalu nabinya yaitu Rasulullah Muhammad SAW, Muslimin dari seluruh dunia, kewajiban berpuasa, akhlak sabar, haramnya riba, sampai neraka ia kembangkan dalam silogisme yang diilustrasikan dengan diagram ala Leonhard Euler. Mungkin beberapa pembaca Non-Muslim seperti saya sendiri (dalam buku itu disebutnya ‘kafir’—begitupun dalam Al-Quran) beberapa pembaca non muslim tentu saja dapat tersinggung jika membaca Madilog. kecuali seorang Marxis seperti saya pribadi sebab tidak terlalu mementingkan kabut idealisme agama. Meskipun itu buku secara eksplisit menerangkan logika, tapi secara implisit menyinggung agama—khususnya non-Islam. Dalam bab itu Tan Malaka terang-terangan mengaku Islam. Namun ada premisnya yang keliru sebagai theis beragama islam, Tan Malaka sebagai Marxis. mengakui ke-Esa-an Allah SWT, berpendapat bahwa tidak mungkin Allah SWT itu Maha-Pengasih tapi membiarkan makhluknya memasuki neraka, menurutnya hal tersebut bersifat kontradiktif. “Kalau satu detik saja, satu manusia saja DIA (Allah SWT) biarkan dimakan api Neraka yang maha-panas itu, Tuhan tidak lagi Maha-Kasih. Jangankan lagi kalau sekiranya dia membiarkan juta-jutaan manusia dibakar yang berabad-abad!” (hal. 240) Kutipan di atas Setelah menguraikan banyak tentang metodologi berpikir, Tan Malaka juga menjelaskan kesalahan-kesalahan dalam pencarian bukti ilmiah setidaknya ada 5. 1.menjadikan pemahaman populer (yang umum dipahami masyarakat) sebagai bukti. Kekeliruan hal tersebut dikarenakan tidak diuji terlebih dahulu. Contohnya seperti Galileo dan Copernicus, ilmuwan astronomi yang dihukum oleh Gereja karena dianggap menentang agama kekristenan. 2.salah dalam mengamati bukti karena disebabkan karena sugesti. Karena manusia berpikir subjektif sesuai hasrat pribadi, bukti nyata jadi kabur. Seperti kesaksian yang berbeda antara masing-masing pihak dalam persidangan, sang hakim pun menjadi bingung. 3. kesalahan yang dikarenakan cacat dalam menyusun bukti. Umumnya terjadi karena memakai analogi induktif. Analogi yang dipakai tak jarang melenceng. Contoh analogi sesat: Seorang petani dizalimi hutang berbunga (riba) oleh seorang saudagar Tionghoa, maka petani tersebut menganggap seluruh orang Tionghoa adalah lintah darat/rentenir. 4. sama seperti poin yang ketiga, namun yang itu deduktif. Contoh analogi deduktif yang salah: -Bung Karno adalah seorang presiden, -Bung Karno adalah orang Jawa, -Semua orang Jawa adalah presiden. 5. kesalahan dalam pelaksanaan. Misalnya dalam pengujian, seorang peneliti melewatkan satu tahap, maka tahap selanjutnya tidak akan benar, tapi peneliti tadi tidak sadar. Sehingga hasil bukti dari percobaan tadi mestilah berbeda dengan hasil bukti apabila percobaannya dilakukan dengan benar.

Pada Bab 7 pembaca akan diajarkan Sains (Science) Dari mulai atom, tumbuhan, hewan, manusia, planet bumi, tata surya, nebula, sampai alam semesta. Kesemuanya dan jelaskan secara mendalam lengkap dengan perhitungannya. Setelah menjelaskannya panjang lebar, Tan Malaka berbicara mengenai kemungkinan kehidupan di luar alam dunia ini berdasarkan sains, kehidupan tersebut mungkin saja ada jika di alam selain dunia kita ini terdapat zat-zat penunjang kehidupan seperti O2, H2O, dan zat-zat lainnya. Soal kehidupan di dunia luar, tidak perlu jauh-jauh. dia mengambil studi kasus dari planet-planet di tata surya kita. Intinya, sekalipun planet-planet Merkurius, Venus, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus memiliki zat-zat seperti yang sudah disebut di atas, manusia, hewan, dan tumbuhan akan tetap sulit hidup. Hal tersebut dikarenakan suhu yang terlalu panas akan membuat kita meleleh, suhu yang terlalu dingin akan membuat kita membeku; gravitasi yang kurang akan memaksa kita melayang, gravitasi yang berlebih tak akan mengizinkan kita bergerak ke sana ke mari. Meskipun ia berpikiran sangat saintifik/ilmiah, Tan Malaka juga berterus terang bahwa dia tidak mengetahui segalanya.

Kesimpulannya Alasan Tan Malaka menulis buku tersebut adalah untuk membebaskan rakyat Indonesia dari belenggu pemikiran mistik, tidak rasional dan kuno yang sudah mendarah-daging dalam benak masyarakat Nusantara. Kutipan Tan Malaka: Bangsa Indonesia memandang bahwa apa yang terjadi di dunia ini dipengaruhi oleh kekuatan keramat di alam gaib. Cara pandang ini, disebut-sebut oleh Tan Malaka sebagai “logika mistika”. Logika ini melumpuhkan karena ketimbang menangani sendiri permasalahan yang dihadapi, lebih baik mengharapkan kekuatan-kekuatan gaib itu sendiri. Karena itu masyarakat Indonesia mengadakan mantra, sesajen, dan doa-doa. Melihat kenyataan bangsanya yang masih terkungkung oleh”logika mistika” itu, Tan Malaka melahirkan buku Madilog. Tan Malaka juga melihat kemajuan umat manusia harus melalui tiga tahap: Dari “logika mistika” lewat “filsafat” ke “ilmu pengetahuan” (sains). Dan selama bangsa Indonesia masih terkekang dan terkungkung oleh “logika mistika” itu, maka tidak mungkin bangsa Indonesia menjadi bangsa yang merdeka dan maju. Buku Madilog ini merupakan jalan keluar dari “logika mistika” dan imbuan nasionalis sejati buat bangsanya untuk keluar dari keterbelakangan (jahiliyyah) dan ketertinggalan.

Tentang Penulis

Muhamad Fadhil Ismayana

Manusia berjiwa Sosialis dan Kehidupan Realistis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.