Refleksi Hari Buruh, Nasib Buruh Lokal Di Tanah Kelahiran

Refleksi Hari Buruh
“Nasib Buruh Lokal Di Tanah Kelahiran”

 

     Peringatan May Day atau hari buruh yang jatuh pada tanggal 1 Mei menjadi suatu isu dan juga aksi fenomenal yang tak pernah terlewatkan setiap tahunnya. Cita-cita dari May Day yang memiliki akar sejarah panjang di Eropa dan Amerika pada masa silam menjadi sesuatu yang fundamental di dunia hari ini khususnya Indonesia. May Day awal mulanya diinisiasi untuk memperjuangkan hak hidup para buruh agar mendapatkan jam kerja yang lebih manusiawi dan pengupahan yang layak. Seiring dengan perkembangannya, buruh yang semakin melonjak pasca adanya revolusi industri menjadi suatu elemen penting dalam suatu negara yang tentu perlu dijamin dengan layak hak-haknya. May Day penting untuk diperingati agar menjaga stabilitas kehidupan para buruh mengingat pada masa kelamnnya kala itu bahwa cidera dan kematian buruh dianggap sebagai sesuatu yang lumrah adanya. Setidaknya itulah beberapa alasan mendasar pentingnya peringatan hari buruh diadakan setiap tahunnya.

     Lantas bagaimana nasib buruh pada saat ini ? Apakah mereka merasa nyaman ? merasa aman ? atau merasa tenteram ? merasa masa depan nya terjamin, Menurut saya tidak banyak pada mereka yang merasakan kehidupan yang terjamin atas tenaga, dan pikiran yang para buruh berikan, Masih banyak para buruh yang meringis tersendu dari segala kepahitan atas segala penindasan yang dilakukan oleh perusahan-perusahaan serta kebijakan-kebijakan pemerintah yang seolah-olah hanya untuk kepentingan pribadi tanpa memikirkan orang-orang yang rela pergi ke bahu jalan  ketika mobil mewah melaju dengan kawalan aparat yang berisi orang-orang hebat dengan segala janji dan omong kosong nya, mereka yang berpangkat dan bergelar tapi tidak mengerti arti kemanusiaan, Saya mencoba mengambil satu contoh studi kasus nasib buruh pada hari ini, Apa yang sebagian buruh rasakan bahkan sahabat-sahabat saya sendiri yang merasakanya, 24 bulan 365 hari, Bahkan sampai detik ini sahabat saya masih berstatus sebagai buruh, Jadi sedikit-sedikit saya mengambil pelajaran dari keluh kesah sahabat saya serta pengalaman dan apa yang perlu dibenahi dari sistem pekerjaan di negeri kita ini yang tidak lain mengancam para nasib buruh, serta membunuh regenerasi secara perlahan, Omong kosong ketika pemerintah berbicara angka pengagguran meningkat, Akan tetapi tidak ada solusi yang seolah-olah membuat bisa membuat para buruh dan regenerasi pada hari ini bisa tertidur pulas dengan mimpi yang indah, Dan omong kosong juga ketika mereka menyuruh membuat usaha akan tetapi masih dikejar-kejar oleh harimau kecil yang menggunakan seragam, yang mematikan rezeki buruh-buruh kecil, Oke-oke saja ketika mereka diusir karena menyalahi aturan tempat untuk berniaga, Akan tetapi berikan mereka solusi minimal tempat untuk mereka menyambung kehidupan, menyekolahkan regenarisnya.

Harian Lepas atau sering disebut harpas menjadi senjata andalan yang digunakan para pimpinan perusahaan karena mereka dapat dengan mudah mempermainkan nasib para buruh, yang seolah-olah menggantung pada pohon yang tinggi, Tidak peduli kerja keras, Kerja cerdas apa yang buruh harpas ini lakukan, Para buruh hanya bertugas untuk membuat para pimpinan perusahaan mempunyai perut yang besar, Para buruh harpas ini biasanya di kontrak 1 sampai 3 bulan akan tetapi pekerjaan yang mereka lakukan tidak sampai kontrak habis, Ketika pekerjaan menipis para pimpinan perusahaan dapat meng off nya kapan saja, Dan tidak memberi kejelasan apakah mereka akan kembali bekerja atau tidak, Kadangkala mereka dipanggil untuk kembali kerja dengan kontrak kerja yang baru akan tetapi hal yang sama dalam sistem yang buruk itu terus terjadi, Kebijakan pemerintah yang ini menurut saya kurang efektif karena walau bagaimanapun para buruh mempunyi masa depan, Tidak semua orang mempunya financial yang mencukupi untuk membuat sebuah usaha terkadang mereka harus bekerja dulu agar mempunyai modal agar bisa memenuhi impian nya untuk melanjutkan kehidupan sesuai mind mapping mereka, Justru dengan hadirnya harpas ini menggantung karir para buruh kecil, Membuat mereka tersesat dalam menentukan arah kehidupan, Lantas apakah mereka bisa disebut buruh atau pengagguran ? Orang perutnya kenyang tidak akan mengerti orang yang kelaparan,

Mungkin solusi yang seharusnya dilakukan adalah bagaimana penerapan pola pikir memanusiakan manusia yang harus diterapkan antar individu, terutama mereka yang duduk di kursi mewah sambil memejamkan mata ketika para buruh membutuhkan pengumuman yang indah untuk didengar agar terselenggaranya kehidupan yang sejahtera, Mungkin lebih elegan ketika para buruh dapat bekerja sesuai kontrak yang diberikan syukur-syukur mereka diangkat menjadi karyawan tetap, dan dapat membuat lapangan pekerjaan yang baru, Tentunya dapat melanjutkan kehidupan yang layak. Untuk para buruh semoga sehat tubuhmu, Besar rasa tangguhmu, Panjang umur kaum buruh, Panjang umur pejuang keadilan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.