Sumber Gambar: google.com
Akhir-akhir ini banyak bermunculan ustadz-ustadz dadakan di media sosial, Mereka semua menyebarkan pemahaman agama dari berbagai ciri khas penyampaiannya ada yang santai, keras dll.Mirisnya banyak masyarakat Indonesia yang masih dogmatis & fanatis terhadap satu ustadz saja dan tidak mau mendengarkan pemahaman ustadz lainnya. Akhirnya banyak yang mabok terhadap sentiment agama.
Gus Dur sudah memprediksi waktu Gus Dur masih menjadi Ketua PBNU :”nanti akan datang suatu masa ada orang bukan keturunan dan pernah duduk di pesantren mengaku menjadi Ustadz, dan ada orang yang baru berjilbab dua hari sudah ngomong bi’ah sana sini”. Prediksi
Gus Dur ini terjadinya di masa kini dimana banyak ustadz atau orang yang baru muallaf sudah banyak mengkafirkan orang lain,dan telah terjadi intoleran sesama agama maupun non muslim,Ini menjadi tantangan bagi kita sebagai kaum nahdliyyin untuk mensosialisasikan islam yang moderat, islam yang rahmatan lil alamin, dann islam yang ramah.
Gus Baha pernah menyampaikan islam ini harus dengan santun & ramah. Gus Baha adalah ulama yang selalu mengampanyekan kalau beragama itu mudah dan bahagia. Orang yang punya tuhan dan beragama juga harus tetap santai dan rileks, termasuk juga dalam melakukan ritual-ritual peribadatan. Gus Baha menganggap, aneh rasanya orang punya Tuhan tapi hidupnya justru emosian, sering kecewa dan terlalu serius. Dalam lingkaran-lingkaran pengajian Gus Baha, tawa bahagia tidak pernah tidak terdengar dan tergelak dari rona wajah dan mulut jamaahnya. Agenda Gus Baha untuk menciptakan Mazhab Islam Bahagia dan Mudah adalah garis besar pesan yang hendak beliau sampaikan di setiap pengajiannya.
Mereka yang memahami agama secara tekstual sangatlah berbahaya,apalagi pemahaman-pemahaman konservatif yang segala sesuatu itu harus kembali ke Alquran dan Hadits. Secara realita sosial paham radikalis ini sangatlah menyebar luas ketika zaman nya SBY menjadi presiden. Ketika itu para kelompok fundamentalis ini menyebarkan dakwahnya melalui,internet, pendidikan ,instansi pemerintahan, politik ekonomi & smapai kepada budaya. Dampak dari pemahaman agama yang sangat sempit dan konservatif ini akhirnya sebagian masyarakat indonesia memandang Negara indonesia harus menjadi Negara islam ,padahal kita ini NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) tidak bisa syariat islam ditegakkan di NKRI ini karena bertentangan terhadap Ideologi bangsa kita Pancasila, sila pertama yang berbunyi : Ketuhanan yang Maha Esa.
Sampai masuk ke intansi pemerintahan terutama militer, Bossman Mardigu Wowiek Prasentyo Mantan staf khusus Kementrian Pertahanan Pernah menyampaikan : jika Negara ini akan kudeta, maka pertama-tama yang harus kuasai yaitu intansi militer karena tidak bisa di sebut sebagai kudeta Terstruktur, Sistematis & Massiv jika tidak menguasain intansi militer.
Dalam dunia pendidikan juga sangatlah banyak mulai dari tenaga kependidikan sampai ke peserta didik ,bahkan kegiatan-kegiatan rohis (Rohani Islam) pemuda hijrah itulah bagian dari misi agenda mereka untuk menguasai negri ini, dan sangatlah miris ketika agama dijadikan sebuah politisasi demi merebut kekuasaan.Dunia pendidikan adalah landasan dasar bagaimana maju atau tidaknya Negara ini,karena pendidikan lah yang melahirkan ekonomim,sosial,budaya,politik,ideology dll tanpa adanya pendidikan maka itu semua tidak ada. Ada terdapat kasus di sumatera barat di suatu sekolah ada seseorang non muslim di paksa untuk berjilbab dengan kebijakan sekolah, pada akhirnya ini menjadi sebuah intoleren yang akan menciptakan sebuah bibit-bibit pemahaman radikalisme.
Membludaknya gerakan radikalisme ini ketika Gubernur Ahok terjerat kasus penistaan agama ketika presidennya Bapak Joko Widodo. Ahok diserang oleh 212 dan gerakan ini sangat sistematis dan semua masyarakat indonesia tau.
Dan pada akhirnya Ormas HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) dibubarkan oleh bapak Presiden Joko Widodo melalui banyak pertimbangan.
Ketika kita tahu sejarah dan arah gerak mereka di negri tercinta kita maka apa yang seharusnya kita lakukan & sikap kita sebagai warga pergerakan PMII terhadap gerakan radikalisme ini & untuk mempertahankan NKRI ini dari pemahaman Radikalisme?
- Kita Sebagai kaum Nahdliyyin warga pergerakan PMII harus merapatkan barisan untuk mensosialisasikan Islam yang rahmatan lil alamin ,Islam yang santun, Islam yang ramah, Islam yang mengajarkan kebaikan dan kelembutan melalui dakwah kita.
- Kita sebagai warga pergerakan harus bisa menguasai setiap lini sector yang ada misalnya : media sosial kita kuasai dengan pamphlet atau website yang isinya memberikan informasi tentang keindonesiaan, keislaman dan kebhinekaan supaya masyarakat indonesia tau islam yang moderat
- Kita sebagai warga pergerakan harus banyak membaca buku ,perbanyak literasi dan bertukar pendapat/argumentasi dalam merawat nalar supaya bisa memahami keislaman dan keindonesiaan secara meluas, menyeluruh dan spekulatif.
- Kita sebagai warga pergerakan harus aktif di masyarakat dalam mensosialisasikan Keaswajaan an nahdliyyah dengan konsep aswaja 1.Tawasuth 2.Tawazun 3. Taadul 4. Tasamuh dengan menyesuaikan konteks budaya daerah masing-masing
- Di masa pandemi ini tantangan kita untuk menangkal pemahaman radikalisme itu dengan pengabdian ke masyarakat dengan memberikan pendidikan terhadap pemahaman agama dan kebangsaan yang lebih luas dan mendasar.misal mengadakan kelas moderat yang isinya pemahaman tentang islam yang moderat.
- Kita sebagai warga pergerakan harus mempertahankam aqidah ahlussunah wal jamaah an nahdliyyah sebagai manhajul fikr wal harakah (kerangka berfikir dan aksi) dalam kalangan masyarkat awam banyak sekali yang belum memahami aswaja karena aswaja itu banyak versi , Nah aswaja versi kita yaitu aswaja annahdliyyah yang mana sanad keilmuannya itu bernasab ke ulama/para kyai NU(Nahdlatul Ulama).
- Pemahaman islam yang ramah dan moderat adalah antitesa dari pemahaman islam garis keras fundamentalis oleh karena itu kita sebagai warga pergerakan mahasiswa islam indonesia mentransfer wawasan keislaman & keindonesiaan dalam konteks keindonesiaan.
Faktor-faktor Orang Jadi Radikal dan Teroris Menurut Yenny Wahid
Direktur Wahid Foundation Hj Zanubba Arifah Chafsoh atau Yenny Wahid, menuturkan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wahid Foundation bahwa kegelisahan menjadi salah satu faktor besar tumbuhnya sikap intoleran dalam diri seseorang. Hal itu dikatakan Yenny dalam acara Salam Forum: Kompak Menebar Rahmah di Media Sosial, Sabtu lalu. “Ada yang disalahpahami oleh banyak pihak bahwa agama adalah faktor yang menjadikan orang radikal atau menjadi teroris. Ternyata itu bukan faktor pertama bukan faktor paling besar, bukan ajaran agamanya sendiri yang menjadikan orang kemudian ikut masuk gerakan-gerakan radikal dan intoleran, tetapi faktor yang paling besarnya adalah kegelisahan, kecemasan, ketidakyakinan diri, kemarahan, dan lainnya,” tutur Yenny.
Dia menyampaikan, dalam tinjauan grafologi (ilmu tentang aksara atau sistem tulisan) yang menganalisa para pelaku bom di Makasar dan di Mabes Polri bahwa para pelaku memiliki rasa kepercayaan diri yang rendah dan mempunyai tingkat kegalauan yang tinggi. “Nah, orang-orang yang cemas dan galau ini kemudian bertemu dengan orang-orang yang melakukan provokasi dengan dalil agama untuk memberikan rasa aman dan rasa percaya diri yang semu. Jadi, dengan dalil agama didoktrin untuk membuat mereka merasa percaya diri dan penting diberi misi suci hingga mereka merasa menjadi pahlawan,” terang Yenny.
Perlu juga diketahui selain doktrin-doktrin yang mengatasnamakan agama, doktrin politik juga kerap dijadikan alat provokasi. Contoh sederhana menurut Yenny, adalah provokasi yang dilakukan oleh Trump kepada para pendukungnya untuk menyerang Capitol Hill. “Jadi, provokasi lewat politik juga bisa terjadi,” ujarnya. Yenny mengatakan, media sosial berperan besar menjadi pintu masuk utama dalam mempengaruhi struktur otak menjadi berbeda atau disebut juga Neuroplastisitas. “Neuroplastisitas adalah struktur otak yang menjadi berubah ketika dia terekspos dengan suatu hal secara terus menerus,” kata Yenny.
Melalui media sosial kelompok ekstremis biasanya menawarkan konten-konten untuk menampung keeksisan para pengikutnya. “Nah, ini proses perekrutan pertama, walaupun kemudian biasanya terjadi lagi lewat offline, tetapi bahwa sosial media bisa menjadi gateway (gerbang) untuk konten-konten yang tidak ramah terhadap masyarakat,” ungkapnya.
Maka solusinya, menurut Yenny, adalah memastikan adanya konten-konten yang bisa meminimalisasi bahkan menutupi konten-konten yang tidak ramah itu. “Nah, jadi kita harus secara sadar memastikan bahwa mereka nerima konten-konten yang berbeda. Intinya kita harus ekspos berikan pilihan lain bagi mereka melalui konten-konten yang ramah,” jelas Yenny.
Sumber:
https://www.nu.or.id/post/read/128563/faktor-faktor-orang-jadi-radikal-dan-teroris-menurut-yenny-wahid
Catatan :
Tulisan Essay ini adalah salah satu syarat untuk mengikuti Pelatihan Kader Dasar